Pelajar pada tingkat Perguruan Tinggi atau mahasiswa sering disebut sebagai civitas akademika, sehingga ketika berbicara tentang mahasiswa, akan menyangkut dengan pembicaraan tentang pendidikan, intelektual, terpelajar, dan berbagai macam istilah yang sejenis dengan hal itu. Idealnya, mahasiswa haruslah memiliki kriteria-kriteria yang erat hubungannya dengan akademis dan intelektual. Kesehariannya diisi dengan berbagai kegiatan yang menunjang pendidikan dan penuh nuansa akademis, seperti suka melakukan penelitian, tiada hari tanpa membaca, diskusi ilmiah, dan sebagainya yang mirip dengan kegiatan-kegiatan itu. Namun, alangkah disayangkan, masih banyak kita temukan mahasiswa yang kurang tertarik dengan kegiatan yang berbau akademis, bahkan cenderung berbuat yang sebaliknya. Waktunya dihabiskan untuk mencari kesenangan belaka, tanpa mau tahu akan akibat yang bakalan ditanggung kelak nantinya. Tri Dharma Perguruan Tinggi yang seharusnya dijunjung tinggi sudah terlupakan, dengan alasan globalisasi, perbuatan-perbuatan yang tidak patut dilakukan oleh seorang civitas akademika menjadi mudah dilaksanakan.
Globalisasi membawa dampak positif dan negatif terkhusus pada mahasiswa. Salah satu efek negatifnya adalah penglunturan budaya dan semakin menyebarnya budaya-budaya negatif yang merusak pemikiran mahasiswa dan melengahkan mereka dari kegiatan akademis perkuliahan. Akibat jauh kebelakangnya adalah mudahnya terjadi kejahatan di kalangan mahasiswa, tidak hanya kejahatan kriminal, tetapi juga kejahatan intelektual yang cukup populer terjadi di kalangan yang disebut civitas akademika ini. Kejahatan intelektual ini memang sering tidak dianggap serius oleh sebagian orang, walaupun sudah banyak terjadi dalam dunia perkuliahan. Apalagi dengan perkembangan teknologi seperti sekarang ini, amat mudah untuk dilakukan dengan probabilitas ketahuan yang rendah. Penjiplakan atau plagiat yang merupakan bagian dari kejahatan intelektual cukup mudah ditemukan dalam dunia kampus, hanya dengan copy-paste pada komputer, kejahatan intelektual ini pun telah dilakukan.
Proses akulturisasi perbuatan ini pada mahsiswa pun bisa dibilang simpel atau sederhana. Adanya tugas yang begitu banyak dari dosen, sementara itu di lain pihak mereka disibukkan dengan berbagai kegiatan sia-sia seperti yang dijelaskan tadi. Kemudian dengan dalih terpaksa mereka menjiplak punya teman, satu kejahatan intelektual pun telah terjadi. Perbuatan dengan dalih terpaksa itu pun lama-kelamaan menjadi suatu kebiasaan, bahkan lambat laun memjadi suatu kebutuhan bagi pelaku untuk melakukannya dalam penyelesaian suatu tugas. Akhirnya, kejahatan intelektual yang jauh lebih besar dampak dan cakupannya menjadi mudah untuk dilakukan. Maka jangan heran kalau kita sering mendengar kasus-kasus seperti pembelian ijasah, tugas skripsi yang sama persis antara dua orang yang beda universitas, dan sebagainya. Ketika penjahat intelektual ini sampai pada posisi penting tertentu, maka kegiatan yang akan dia lakukan akan dekat dengan kebohongan. Sebab, proses perolehan posisi itu adalah melalui jalan yang penuh penipuan. Bahkan mungkin bisa jadi jabatan pun dibeli, megingat kejahatan intelektual ini bagi mereka sudah merupakan suatu kebutuhan.
Kejahatan intelektual seharusnya sudah mulai menjadi pembicaraan serius bagi kita semua. Hal ini haruslah dicegah sejak dini. Oleh karena itu, peran institusi pendidikan amat dibutuhkan. Mulai sedari pendidikan tingkat dasar, seharusnya sudah diajarkan tentang kejahatan intelektual ini, ditanamkan nilai-nilai moral akademis, dipahamkan makna kejujuran, dll. Sehingga ketika telah dewasa atau sampai pada tingkat Perguruan Tinggi, kejadian-kejadian yang tidak diinginkan itu bisa dihindari generasi muda kedepannya.
Globalisasi membawa dampak positif dan negatif terkhusus pada mahasiswa. Salah satu efek negatifnya adalah penglunturan budaya dan semakin menyebarnya budaya-budaya negatif yang merusak pemikiran mahasiswa dan melengahkan mereka dari kegiatan akademis perkuliahan. Akibat jauh kebelakangnya adalah mudahnya terjadi kejahatan di kalangan mahasiswa, tidak hanya kejahatan kriminal, tetapi juga kejahatan intelektual yang cukup populer terjadi di kalangan yang disebut civitas akademika ini. Kejahatan intelektual ini memang sering tidak dianggap serius oleh sebagian orang, walaupun sudah banyak terjadi dalam dunia perkuliahan. Apalagi dengan perkembangan teknologi seperti sekarang ini, amat mudah untuk dilakukan dengan probabilitas ketahuan yang rendah. Penjiplakan atau plagiat yang merupakan bagian dari kejahatan intelektual cukup mudah ditemukan dalam dunia kampus, hanya dengan copy-paste pada komputer, kejahatan intelektual ini pun telah dilakukan.
Proses akulturisasi perbuatan ini pada mahsiswa pun bisa dibilang simpel atau sederhana. Adanya tugas yang begitu banyak dari dosen, sementara itu di lain pihak mereka disibukkan dengan berbagai kegiatan sia-sia seperti yang dijelaskan tadi. Kemudian dengan dalih terpaksa mereka menjiplak punya teman, satu kejahatan intelektual pun telah terjadi. Perbuatan dengan dalih terpaksa itu pun lama-kelamaan menjadi suatu kebiasaan, bahkan lambat laun memjadi suatu kebutuhan bagi pelaku untuk melakukannya dalam penyelesaian suatu tugas. Akhirnya, kejahatan intelektual yang jauh lebih besar dampak dan cakupannya menjadi mudah untuk dilakukan. Maka jangan heran kalau kita sering mendengar kasus-kasus seperti pembelian ijasah, tugas skripsi yang sama persis antara dua orang yang beda universitas, dan sebagainya. Ketika penjahat intelektual ini sampai pada posisi penting tertentu, maka kegiatan yang akan dia lakukan akan dekat dengan kebohongan. Sebab, proses perolehan posisi itu adalah melalui jalan yang penuh penipuan. Bahkan mungkin bisa jadi jabatan pun dibeli, megingat kejahatan intelektual ini bagi mereka sudah merupakan suatu kebutuhan.
Kejahatan intelektual seharusnya sudah mulai menjadi pembicaraan serius bagi kita semua. Hal ini haruslah dicegah sejak dini. Oleh karena itu, peran institusi pendidikan amat dibutuhkan. Mulai sedari pendidikan tingkat dasar, seharusnya sudah diajarkan tentang kejahatan intelektual ini, ditanamkan nilai-nilai moral akademis, dipahamkan makna kejujuran, dll. Sehingga ketika telah dewasa atau sampai pada tingkat Perguruan Tinggi, kejadian-kejadian yang tidak diinginkan itu bisa dihindari generasi muda kedepannya.
0 komentar:
Posting Komentar