Aku, kepemimpinan dan Kepedulian Sosial

on Kamis, 28 Agustus 2008

Aku, Pemimpin, dan Kepedulian Sosial

Aku adalah manusia biasa, tampil bagaimna adanya, tidak kurang tidak lebih, diciptakan oleh Allah layaknya manusia biasa. Aku idealnya adalah sesosok pemuda gagah, memiliki kharisma, berlemah lembut terhadap yang baik, dan tegas terhadap kemungkaran. Idealnya aku juga bijaksana, adil dalam memimpin, serta dewasa dalam bersikap. Akulah pemuda yang kehadirannya telah ditunggu lama, untuk membawa perubahan di negeri yang penuh kesimpangsiuran ini, memimpin Indonesia yang terbentang luas ini, serta bisa mengangkat martabat Indonesia menuju yang lebih baik. Aku adalah…

Itulah aku idealnya. Namun dibalik kesempurnaan aku yang ideal itu, tentu saja realitanya masih jauh antara arang dan api. Bagaimana menggambarkan aku realnya, sulit untuk diceritakan secara obyektif. Pandangan manusia pada umumnya terhadap suatu hal tentu berbeda, tergantung dari arah mana cara pandangnya.. Begitu pun halnya dengan diriku sendiri, aku secara realitanya tentu bermacam-macam, tergantung siapa yang memberikan pendapat/ komentar. Namun yang pasti, aku telah menentukan dan menetapkan bagaimana aku yang idealnya, otomatis aku akan terus berusaha mencapai keidealan itu dengan berbagai cara dan usaha yang sungguh, menghadapi berbagai rintangan dan onak duri yang senantiasa menghadang perjuangan. Kondisi ini membutuhkan kesabaran dan kesungguhan yang tinggi serta tawakal pada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian, aku yakin akan bisa mencapainya. Faizaa azamta, fatawakkal a’lallah.

Sebagai seorang yang terlahir laki-laki, aku dituntut untuk bisa memimpin. Memimpin bangsa dan negara ini, masyarakat, atau hanya sekedar memimpin keluarga nantinya, atau paling tidak memimpin diri sendiri agar tidak keluar dari koridor yang telah ditetapkan.

Bagaimana karakteristik pemimpin yang baik itu? Tidak ada pernyataan yang absolut untuk menetapkannya. Setiap orang boleh memberikan pendapatnya tentang seorang pemimpin yang baik itu. Berbagai ahli kenegaraan misalnya, mereka punya argumen yang berbeda-beda tentang sosok pemimpin dambaan. Sesuai dengan situasi dan kondisi yang dibutuhkan, adakalanya lebih baik pemimpin yang berkarakteristik diktator pada saat tertentu dan bisa juga pemimpin yang demokratis diperlukan pada saat yang lain. Namun, terlepas dari semua pernyataan dan pendapat tentang berbagai karakteristik kepemimpinan di atas, aku sendiri, kalaulah boleh berargumen, aku masih sepakat dengan dengan pribadi pemimpin ideal yang ditawarkan agamaku, islam. Sidiq, tabligh, amanah, dan fathanah merupakan ciri-ciri yang melekat pada diri Nabi Muhammad SAW. Sosok pribadi yang diletakkan pada posisi nomor wahid oleh Michel Hart sebagai orang yang paling berpengaruh di dunia.

Siddiq berarti benar, apa yang disampaikannya adalah hal-hal yang benar, jelas, berdasarkan analisis dan pertimbangan data fakta yang ada, tidak ‘ngawur’ seperti yang sering terlontar dari mulut salah satu mantan Presiden Indonesia yang nyeleneh, “you know who”. Kemudian peminpin itu juga bersifat tabligh, menyampaikan. Sosok yang bisa menyampaikan berbagai informasi yang dibutuhkan bawahannya. Jika ia berbicara, orang akan menyesal kalau tidak mendengarkannya. Demikian juga halnya dengan sifat amanah. Karakteristik inilah yang saat ini amat langka melekat pada pemimpin negeri kita. Sudah tak terhitung lagi, sudah berapa pejabat yang menyalahgunakan amanah berupa jabatan yang diberikan untuk kepentingan pribadi. Tidak heran kalau Indonesia masih memegang posisi tertinggi dalam kasus korupsi, suap menyuap, nepotisme, dan praktek lain yang sejenis dengan itu. Terakhir fathanah yang berarti cerdas. Pemimpin haruslah orang yang cerdas, setiap keputusan yang diambil adalah keputusan yang cerdas, penuh pertimbangan, dengan analisis yang bisa diterima akal sehat. Dengan bekal fathanah ini, ia bisa membawa organisasi kearah yang lebih maju, tidak mudah ‘diakali pihak lain’, seperti yang banyak terjadi di Indonesia, sering kali kita dirugikan daalam perundingan dengan pihak luar/asing.

Satu lagi hal cukup menarik adalah tentang adanya berbagai bencana dan musibah yang terjadi di Indonesia. Terkait kondisi ini dibutuhkan pemimpin yang memiliki empati, kepedulian sosial, dan peka terhadap berbagai kondisi yang terjadi di tengah masyarakat. Miris sekali rasanya mendengarkan adanya korupsi terhadap bantuan bencana alam oleh pemerintah daerah, nauzubilahi mindzalik. Jangankan untuk berempati, mau memberikan sebagian rizkinya, hak atau jatah korban bencana alam saja dengan tega mereka embat. Suatu hal yang ironi sekali. Maka, kepedulian sosial menjadi faktor penting dalam berprilaku, tidak hanya untuk pemimpin bangsa, tetapi juga untuk seluruh masyarakat di negeri ini. Agar kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan itu tercipta di zamrud khatulistiwa ini.

Aku berharap akan terlahir pemimpin yang suadah lama dinantikan, yang memiliki empati dan kepedulian sosial tinggi di tengah berbagai cobaan dan musibah. Dan betapa bangganya diri ini jika sosok itu adalah aku.

Jika ada 1000 orang yang mengubah negeri ini, aku adalah salah satunya,

jika ada 100 orang yang mengubah negeri ini, aku adalah salah satunya,

jika ada 10 orang yang mengubah negeri ini, aku juga adalah salah satunya,

dan, jika hanya ada 1 orang yang mengubah negeri ini, itulah aku.



0 komentar: